Assalamualaikum...Wr. Wb!
[Media Maya - Islami] Berhubung hari ini (30 Agustus 2017) kita sudah memasuki bulannya orang berkurban maka tidak ada salahnya kami memposting hal-hal yang berkaitan dengan "Berkurban". Tentunya apa yang sudah kami posting sudah kami baca sebelumnya, informasi penulisnya terletak pada akhir postingan ini. Selamat menikmati bacaannya, jika ada yang keliru atau kuang tepat silahkan tulis pada kolom komentar disertai dengan alasannya. Semoga dengan masukan anda semua bisa menambah ilmu dan perbaikan dari postingan ini. Trima Kasih...
Pada prinsipnya, berkurban itu hanya
disyari’atkan bagi orang yang masih hidup, sebagaimana yang dilakukan
Rasulullah SAW dan para sahabatnya, mereka berkurban atas
nama diri mereka dan keluarga mereka. Adapun apa yang dikira oleh sebagian
orang awam bahwa berkurban hanya bagi orang yang sudah mati saja, adalah tidak
ada dasarnya. Berkurban atas nama orang yang sudah mati ada tiga macam:
Pertama: Menyembelih kurban atas nama orang yang sudah mati dengan
diikutkan kepada orang yang masih hidup. Seperti: bila seseorang berkurban atas
nama dirinya sendiri dan keluarganya, baik yang masih hidup atau yang sudah
mati. Dasarnya: kurban yang dilakukan oleh Rasulullah SAW atas nama diri beliau dan ahli baitnya,
padahal diantara mereka ada yang sudah mati.
Kedua: Menyembelih kurban atas nama orang yang sudah mati, untuk
melaksanakan wasiatnya. Dasarnya: “Maka barangsiapa yang mengubah wasiat itu
setelah ia mendengarnya, maka sesungguhnya dosanya adalah bagi orang-orang yang
mengubahnya. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
(Al-Baqarah: 181)
Ketiga: Menyembelih kurban dan menghadiahkan pahalanya untuk orang yang
sudah mati; hal ini boleh. Dan para fuqaha’ madzhab Hambali telah menegaskan
bahwa pahalanya sampai kepada orang yang sudah mati dan bermanfaat baginya,
dikiaskan kepada sedekah untuk orang yang sudah mati.
Namun, kami tidak berpandangan bahwa
mengkhususkan kurban untuk orang yang sudah mati termasuk sunnah, karena Nabi
tidak pernah berkurban khusus atas nama orang yang telah mati; tidak pernah
berkurban atas nama paman beliau Hamzah, padahal dia adalah orang yang paling
dihormatinya, tidak pernah pula berkurban atas nama anak-anaknya yang sudah
mati lebih dahulu, dan tidak pernah pula berkurban atas nama istrinya Khadijah,
padahal dia istrinya yang tercinta. Tidak pernah juga diriwayatkan bahwa salah
seorang sahabat, semasa beliau, menyembelih kurban atas nama seseorang dari
kerabatnya yang sudah mati.
Dan kami berpendapat bahwa tidak benar apa yang
dilakukan sebagian orang, yaitu: menyembelih kurban setahun setelah wafatnya
seseorang dengan meyakini bahwa tidak boleh ada orang lain yang disertakan
dalam pahalanya; atau menyembelih binatang sebagai sedekah bagi orang yang
sudah mati, atau berdasarkan wasiatnya, sementara mereka tidak menyembelih
kurban atas nama diri mereka sendiri dan keluarganya. Andaikata mereka tahu
bahwa apabila seseorang menyembelih kurban dari harta kekayaannya atas nama
dirinya sendiri dan juga keluarganya telah mencakup keluarganya yang hidup
maupun yang telah mati, niscaya mereka tidak berpali1ing dari sunnah ini kepada
perbuatan mereka itu.
LARANGAN BAGI ORANG YANG HENDAK BERKURBAN
Jika seseorang berniat hendak berkurban dan telah masuk bulan Dzulhijjah,
maka dilarang baginya mencabut atau memotong sesuatu dari rambut, kuku, atau
kulitnya sampai dia menyembelih binatang kurbannya. Karena diriwayatkan dari
Ummu Salamah, bahwa Nabi telah bersabda: “Apabila telah masuk sepuluh hari
bulan Dzulhijjah dan seseorang di antara kamu hendak berkurban; maka supaya
menahan diri terhadap rambut dan kukunya.” (HR. Imam Ahmad dan Muslim).
Dalam riwayat lain disebutkan; “Maka jangan menyentuh sesuatu dari
rambut atau pun kulitnya sehingga ia menyembelih binatang kurbannya.”
Dan jika berniat menyembelih kurban di antara sepuluh hari tersebut,
hendaklah ia menahan diri dari larangan tersebut mulai saat berniat. Sedangkan
apa yang telah dicabut atau dipotongnya sebelum itu, maka tidak apa-apa.
Adapun hikmah dalam larangan ini, bahwa orang yang berkurban karena
mengikuti jama’ah haji dalam sebagian amalan manasik, yaitu bertaqarrub kepada
Allah dengan menyembelih kurban maka ia pun mengikutinya dalam sebagian
larangan ihram, yaitu: dengan menahan diri dari memotong rambut dan
lain-lainnya. Karena itu, diperbolehkan bagi keluarga orang yang hendak
menyembelih kurban untuk mencabut atau memotong rambut, kuku dan kulitnya pada
sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah.
Hukum ini khusus bagi orang yang hendak menyembelih kurban saja. Sedang
keluarganya atau orang yang menjadi wakilnya, tidak ada kaitannya dengan
larangan ini. Karena Nabi bersabda: “Dan seseorang diantara kamu hendak
berkurban...”, beliau tidak mengatakan: “... atau orang-orang yang diwakilinya
dalam berkurban”; dan karena Nabi ketika menyembelih kurban atas nama
keluarganya tidak disebutkan bahwa beliau menyuruh mereka juga untuk menahan
diri dari larangan tadi.
Apabila orang yang hendak menyembelih kurban mencabut atau memotong
sesuatu dari rambut, kuku atau kulitnya; maka hendaklah ia bertaubat kepada
Allah l dan tidak mengulanginya lagi. Tidak ada kafarat (denda) yang harus
dibayarnya dan tidak pula menghalanginya untuk melaksanakan kurbannya, sebagaimana
yang disangka oleh sebagian orang awam.
Kalaupun dia mencabut atau memotong sesuatu dari hal-hal tersebut karena
lupa, atau tidak tahu, atau karena memang terlepas tanpa sengaja, maka tidak
apa-apa. Namun jika memerlukan untuk dicabut atau dipotong; seperti karena
terkoyak kukunya sehingga merasa sakit dan perlu dipotong, atau rambutnya masuk
ke mata dan perlu dicabut, atau rambutnya perlu dipotong untuk pengobatan luka
dan semisalnya; maka dalam keadaan seperti ini boleh dia melakukannya dan tidak
apa-apa.
SOAL JAWAB TENTANG KURBAN
Soal : Apa hukum berkurban? Dan bolehkah berkurban untuk orang yang sudah
mati?
Jawaban : Berkurban hukumnya
sunnah mu’akkadah bagi yang mampu, yaitu berkurban atas nama dirinya sendiri
dan anggota keluarganya. Adapun mengkhususkan kurban untuk orang yang sudah
mati bukanlah sunnah, sebab tidak ada tuntunannya dari Nabi. Setahu kami, tidak
pernah diriwayatkan bahwa beliau berkurban khusus atas nama seseorang yang
sudah mati, juga para sahabatnya semasa hidup beliau.
Akan tetapi seseorang hendaknya berkurban atas nama dirinya dan keluarganya,
dan boleh saja kalaupun berniat menyertakan orang yang sudah mati.
Soal : Apakah wakil berkewajiban seperti orang yang mewakilkan (pemilik
kurban), seperti tidak boleh mencukur rambut, kuku, dan kulit?
Jawaban : Hukum-hukum berkurban hanya
berkaitan dan berlaku bagi orang yang mewakilkan. Maksudnya, bila seseorang
mewakilkan kepada orang lain untuk menyembelih hewan kurbannya, maka
hukum-hukum berkurban itu hanya berkaitan dengan orang yang mewakilkan, bukan
dengan wakilnya.
Soal : Bolehkah seseorang menyisir rambut padahari raya Iedul Adha? Dan
manakah yang lebih utama dalam berkurban, seekor domba atau sapi?
Jawaban : Seseorang boleh
mencabut, memotong, dan menyisir rambutnya pada hari raya Iedul Adha setelah
menyembelih kurbannya Dan seekor domba jantan lebih utama dari pada sepertujuh
sapi atau unta. Para ulama menyebutkan bahwa berkurban dengan unta atau sapi
secara utuh lebih utama dari pada seekor kambing.
Soal : Apa yang disunnahkan untuk daging kurban dalam masalah
penyimpanan, sedekah dan hadiah?
Jawaban : Allah lberfirman: “Maka makanlah sebagian dari padanya dan (sebagian
lagi) berikanlah ia untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir” (Surah Al-Hajj : 28).
“Maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah
orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan
orang yang meminta.” (Surah Al-Hajj : 36)
Berdasarkan nash tersebut, orang yang berkurban
memakan sebagian darinya dan memberikannya kepada fakir miskin, juga kepada
tetangga dan kerabat. Para ulama mengatakan : “Semua yang diberikan
kepadaorang-orang kaya adalah hadiah, sedang yang diberikan kepada fakir miskin
adalah sedekah.” Ada di antara salaf yang mengutamakan bila dibagi menjadi tiga
bagian: sepertiga untuk dirinya, sepertiga lagi hadiah untuk orang-orang kaya,
dan sepertiga yang lain sedekah unluk fakir miskin. Dalam masalah ini, tidak
perlu terikat dengan aturan seperti tersebut. Tetapi yang penting ada yang
untuk dimakan sendiri, untuk dihadiahkan dan disedekahkan.
Soal : Jika seseorang yang hendak berkurban mencabut atau memotong
sesuatu dari rambutnya karena 1upa, atau tidak tahu, atau rontok dengan
sendirinya tanpa disengaja; apakah hal itu menghalangi dalam melaksanakan
kurbannya?
Jawaban : Hal itu tidak menghalanginya untuk melaksanakan kurbannya. Sebab
mencabut atau memotong rambut, kulit dan kuku adalah sesuatu yang berdiri
sendiri dan berkurban adalah sesuatu yang lain. Akan tetapi jika telah masuk
hari yang kesepuluh tersebut dan ia berniat untuk berkurban maka janganlah
mencabut atau memotong sesuatu dari rambutnya, kulitnya, atau kukunya. Ini merupakan
kebijaksanaan AIlah Ta`ala agar dapat menyertai para jama’ah haji dalam
bertaqarrub kepada-Nya dengan menahan diri dari semua larangan ini, sebagaimana
orang yang berihram bertaqarrub dengan tidak memotong rambut, kuku dan
kulitnya. Kalaupun seseorang melakukannya, yaitu mencabut atau memotong
sebagian rambut, atau kuku, atau kulitnya dengan sengaja, maka hal itu tidak
menghalanginya untuk berkurban. Tetapi orang tersebut telah berbuat maksiat
kepada Rasulullah SAW bila ia
melakukannya dengan sengaja.
Soal : Bagaimana pendapat anda
tentang apa yang dilakukan sebagian orang, bila hendak menyembelih hewan kurban
ia mengelus-elus atau mengusap punggung hewan tersebut?. Dan bacaan apakah yang
disyari’atkan ketika menyembelih?
Jawaban : Kami berpendapat bahwa apabila
mengelus-elus atau mengusap punggung hewan ketika hendak menyembelihnya dengan
maksud untuk menentukan hewan sembelihan tadi adalah amalan yang tidak ada
dasar dan tuntunannya. Barangsiapa melakukannya karena untuk bertaqarrub kepada
Allah, maka ia telah melakukan bid’ah. Adapun bacaan yang disyari’atkan jika
telah menelentangkan hewan kurban, atau hendak meyembelihnya:
(بِسْمِ اللهِ وَالله ُأَكْبَرُ، اللَّهُمَّ هَذَا
مِنْكَ وَلَكَ، اَللَّهُمَّ هَذَا عَنِّيْ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِيْ)
“Dengan nama Allah, dan Allah Maha Besar Ya
Allah (kurban) ini adalah dari-Mu dan untuk-Mu. Ya Allah kurban ini ini adalah
atas nama diriku dan ahli baitku”.
Atau dengan mengatakan: “Atas nama si Fulan”,
jika kurban itu sebagai wasiat darinya. Yang penting, bahwa penentuan kurban
untuk atau atas nama siapa, ini dilakukan ketika menyembelih setelah membaca
bismillah dan takbir.
Disarikan dari:
Talkhis Kitab Ahkamul Udhiyah Wadz-Dzakah
Oleh:
Syaikh Muhammad bin Sha1eh Al ‘Utsaimin.
Judul: Bagaimana Anda Berkurban
Ditulis Oleh BUDIMAN ALI AKBAR
Jika artikel ini berguna untuk anda silahkan copy-paste dengan menyertakan link Bagaimana Anda Berkurban ini. Terima kasih atas perhatiannya. Maaf jika ada kekurangan.
No comments:
Post a Comment
Silahkan Berkomentar